Kamis, 29 November 2007

Technology Brief: Ayo Membaca Digital!

Baru-baru ini, toko buku digital Amazon meluncurkan sebuah buku digital yang diberi nama Amazon Kindle. Kindle adalah gadget berlayar e-ink dengan lebar diagonal 6 inci dan dapat digunakan selama 30 jam non-stop. Dengan memori internal sebesar 256MB dan opsi untuk menambah memori menggunakan slot SD card, tentunya cukup banyak 'buku' yang dapat dibawa pergi. Buku-buku digital yang dijual oleh Amazon cukup murah. dengan berbekal US$9.99, anda sudah dapat memboyong sebuah buku untuk dibaca. Uniknya, selain untuk membaca 'buku' yang sudah dibeli secara online, pengguna dapat juga browsing Internet untuk mencari bahan-bahan bacaan lainnya, dengan menggunakan teknologi CDMA EV-DO. Menarik, bukan? Oleh Newsweek edisi minggu lalu, gadget satu ini dibahas layaknya sebuah 'breakthrough' yang akan mengubah cara orang membaca; walaupun sebenarnya, Sony sudah lebih dulu mengeluarkan e-reader serupa, minus online.
Pertanyaannya adalah: Apakah memang benar kita akan beralih ke buku digital? Apakah kita akan lebih terpacu untuk membaca?

Masih dari data Newsweek, hanya 57% orang dewasa yang membaca buku--turun dari 61% sepuluh tahun yang lalu. Itu di Amerika. Bagaimana di Indonesia? coba... kapan anda terakhir membaca buku? heheh saya yakin sudah lama sekali. Menurut analisa bodoh-bodohan saya yang tidak didasari suatu survey, buku itu tidak favorit di Indonesia karena beberapa hal:

- buku mahal
- budaya membaca masih sangat kurang
- perpustakaan masih sangat jarang. Kalau adapun, kondisinya memprihatinkan
- Buku buatan penulis Indonesia kurang dikemas dalam bentuk yang menarik
- Bahasa Indonesia kurang baku
- mayoritas rakyat Indonesia masih dalam kerangka 'survival'... belum terpikir buat baca buku. wong makan aja sulit :p
- transportasi kurang memadai sehingga tidak nyaman menghabiskan waktu di bus, misalnya, dengan membaca
dan masih banyak penyebab lainnya. Mau menambahkan?

Saya masih ingat ketika kuliah di UK. Begitu masuk ke gedung perpustakaan, saya sangat excited. Begitu mudah saya mencari buku yang saya inginkan dan begitu banyak pilihan buku yang bisa saya pinjam. Meja untuk membaca pun sangat nyaman, dibekali dengan port UTP dan listrik untuk bisa ber-surfing memakai laptop. Very comforting. Sangat berbeda dengan ketika saya masuk ke perpustakaan pusat UI Depok. Jujur saja, suasananya tidak menarik. Saya hanya sekali ke perpustakaan UI, dan rasanya tidak tertarik untuk datang lagi. Menyedihkan ya...

Mungkin, buku digital adalah salah satu cara membuat kita terpacu untuk membaca. Sebetulnya kita, tanpa disadari, sudah memulai kebiasaan membaca serba digital itu. Coba saja ketika anda sampai dikantor... kemungkinan besar anda menyalakan komputer anda dan membaca artikel menarik di Internet. Entah via detik.com ataupun situs-situs lain yang serupa. Belum lagi pengguna smartphone. Dengan BlackBerry, misalnya, saya dengan mudah mendownload RSS news feed dan membacanya kala senggang. Belum lagi dengan aplikasi Mobipocket saya dapat meng-convert buku-buku digital gratis dalam format rtf atau pdb, dan membawanya didalam BlackBerry saya. Kegiatan-kegiatan itu sebenarnya sudah bisa disebut dengan 'membaca dengan media digital'. Apa saja yang menarik dari membaca digital?

  1. Selalu memperoleh edisi yang terbaru dengan online updates--ke depannya mungkin setiap penulis dapat mengupdate tulisannya di buku digital secara instan
  2. Murah atau gratis--terutama bila dapat disubsidi oleh iklan
  3. Bisa disimpan dengan mudah dalam satu device--praktis untuk dibawa traveling

Saya yakin, ngga lama lagi buku akan menjadi barang langka... atau mungkin menjadi penghuni museum. Google saja sudah mulai menyadur isi perpustakaan unversitas-universitas di Amerika ke dalam fomat digital agar mudah dicari dan dibaca dari belahan dunia manapun. Tentunya, ini akan menambah lagi derasnya trafik informasi di dunia maya yang sudah begitu kaya dengan information junk.
Tapi mungkin ada aspek lain dari buku konvensional yang tidak bisa tergantikan: kita tak perlu takut kehabisan batere dan rusak waktu tertindih badan saat tidur--ini pengalaman saya yah heheh--juga kita bisa mencium aroma khas dari kertas sebuah buku baru yang mengundang. Ngga berlebihan kan ya? belum lagi, buku konvensional dengan mudah bisa kita pinjamkan ke orang lain dan bisa disimpan untuk waktu yang hampir tak terbatas. Buku juga indah untuk dijadikan koleksi yang dipajang di dinding rumah. Jadi, apakah anda akan beralih ke buku digital, ataukah akan tetap dengan jalur konvensional?

Yang jelas, lakukan apa yang membuat anda semakin gemar membaca. Jika buku digital adalah jawabannya, sok atuh... gunakanlah fasilitas yang ada. Tidak perlu membeli Kindle atau Sony Reader... cukup dengan handset smartphone yang sekarang begitu banyak dipasaran dan gunakan aplikasi gratis untuk menyimpan dan membuka buku-buku digital itu. At the end of the day, inti dari membaca kan menambah ilmu dan sensivitas sosial. Saya yakin, kita akan semakin pintar dan berwawasan dengan semakin banyak membaca. Dan, mulailah dari sekarang...

Ayo membaca! and have a good day :)

Dony @ Home

Jumat, 23 November 2007

Art & Living Brief: Wajah Kota-kota Turis

Saya memang belum pergi seluruh benua yang ada di dunia ini, tapi alhamdulillah, saya sudah mendapatkan kesempatan untuk mengunjungi beberapa negara baik untuk tujuan pribadi maupun bisnis. Nah, dari pengalaman inilah, saya mau share tentang topik kita sekarang: Kota-kota turis.

Pertanyaan inti dari topik ini adalah: Apakah Jakarta sudah siap menjadi kota turis? Atau mungkin lebih ekstrim lagi... Apakah Jakarta memang akan pernah cocok menjadi kota turis?
Sebuah kolom pembaca majalah Newsweek edisi Oktober 2007 menggelitik pikiran saya. Si pengirim, seorang 'European', begitu kecewa dengan hasil trip dia. Dia baru saja pulang dari Kuala Lumpur dan Beijing, mendapati kedua kota besar itu tidak berbeda satu sama lain... Tidak mempunyai karakter yang cukup untuk menjadi sebuah kota turis. Gedung-gedung bertingkat tinggi, plus mall-mall yang menjual branded products. Huh... Itu sih sangat mudah ditemukan di negeri sendiri. Membosankan. Dia sangat bangga bahwa eropa, walaupun negara-negaranya maju, tetap memiliki karakter berbeda disetiap kotanya. Gedung-gedung tua yang historikal, bangunan-bangunan lama yang simbolik menunjukan karakter kota tersebut, masih terawat dan terjaga dengan baik. It's true.
Saya pernah ke Shenzen dan Kuala Lumpur juga. Dan saya juga pernah ke Eropa. Sebagai turis, saya memang merasakan banget bedanya. Di Shenzen dan KL, saya mudah sekali bosan. Saya bingung harus ke tempat mana yang spesifik, yang bisa membuat sightseeing saya worthwhile. Ternyata sulit lho. Di KL memang ada menara KLCC yang begitu tingginya... But that's all. Saya pernah liat gedung tinggi di Jakarta. Isinya pun hanya mall dengan produk branded kelas atas. Di Jakarta ada. Shezen juga ngga ada bedanya.... Alias sama. Mungkin catch word-nya... Saya ngga dapet 'thrilling moment'-nya, dimana saya biasanya begitu excited melihat gedung yang begitu indah yang sangat beda dengan apa yang pernah saya lihat. Kayak kalo kita ke Bali lah...

Beda dengan Inggris dan Prancis, misalnya. London sangat berkarakter. Ditengah modernitas manusianya, gedung-gedung tua London masih bertahan. Gedung-gedung dengan tembok bata merah jaman Victorian bersanding dengan eloknya disamping gedung-gedung tua bertembok beton tapi berkarakter dengan guratan-guratan ornamen yang artistik, gaya Paris kala Napoleon. Bus dalam kota yang sudah beroperasi sejak 1930-an pun dipertahankan agar menambah nuansa romantis bagi pelancong asing. Sangat indah. Para performer pun menunjukkan bakat yang unik-unik di taman, jalan-jalan kecil... Aaaah andaikan Jakarta bisa punya taman seperti itu :(
Moreover, satu hal yang sangat signifikan untuk menjadi kota yang layak dikunjungi turis adalah fasilitas untuk pejalan kaki. Trotoar yang lebar, transportasi yang cepat dengan jumlah unit yg mencukupi dan papan-papan penunjuk transportasi umum yang informatif--kalo perlu dalam bahasa inggris--membuat turis yang mayoritas pengen menikmati keindahan dengan berjalan kaki menjadi nyaman dan secure.

Nah, sekarang kita liat Jakarta. Gedung2 tua bersejarah semakin banyak yang punah, terutama terkikis dikit demi sedikit oleh abrasi banjir yang datang tiap tahun. Selain itu? Another boring new modern malls... Yang bisa kita dapet di negara manapun. Taman kota sangat sedikit... Kalo pun ada, kotor dan dijajah oleh penjaja makanan liar. Fasilitas pejalan kaki? Much more horrible...
Trotoar sempit-sempit, dan kalaupun ada, sudah dijajah oleh warung2 dan sepeda motor sampai-sampai saya pengen menyarankan pejalan kaki memakai helm saja biar slamat. Motor-motor benar2 asosial. Saya pribadi, lebih takut ditabrak motor daripada mobil. They are reckless, egoistic assholes and have no social value at all by any means... For god's sake :(
Transportasi umum? Sami mawon. Petunjuknya pun ngga lengkap. Mau coba? Silakan cari halte terdekat di rumah atau kantor anda... Foto dan tunjukkan ke saya jika di halte ada petunjuk:
- bus apa saja yang lewat
- rutenya lewat mana aja
- jam berapa kira2 lewatnya
Dijamin 100% ga akan ada deeeeh hehehe :p

So, apakah kita siap jadi kota turis? Pemerintah sedang berusaha ke arah sana. Trotoar diperlebar, transportasi umum dibuat lebih nyaman. Tugas kita? Mendukung kebijaksanaan itu dan mengontrol pak Gubernur baru ini. Kita liat apa pak Fauzi Bowo bisa meneruskan kerja bang yos. So, keep optimistic!!

Have a great weekend!


Sent from my BlackBerry® wireless device from XL GPRS network